Klise Budaya dan Teknologi


Ragam suku, adat istiadat serta kekayaan yang dimiliki oleh Nusantara, menjadikannya sebagai wilayah yang kental akan “diversity” dalam kebudayaannya, yang tak hanya terucap di dalam “Bhinneka Tunggal Ika” saja. Definisi secara nasional tentang kebudayaan itu sendiri ialah tentang hasil kegiatan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Menurut berbagai penjelasan yang bersumber dari beberapa situs di dunia maya, dapat disimpulkan bahwa terciptanya kebudayaan di masa lampau hingga sekarang itu didasarkan pada hasil-hasil komunikasi yang bersumber dari komunikasi antara makhluk hidup terhadap sang Pencipta dengan cara ritual kerohanian ataupun ke sesama makhluk hidup dengan pergaulan dalam bermasyarakat.

Berbicara pula tentang komunikasi, konsep yang dapat dijabarkan ialah tentang pengiriman dan penerimaan pesan atau berita sehingga dapat dipahami oleh semua pihak. Maka dari itu, tidaklah heran apabila komunikasi mendapat andil penting dalam penyebaran dan perkembangan kebudayaan di suatu lingkup daerah, karena memang kebudayaan yang memiliki makna “Property that is or may be inherited” – yang dikutip dari kamus Oxford, dapat diartikan tentang kebudayaan yang di wariskan atau turun temurun, yang berarti dalam praktik kesehariannya membutuhkan sedikit atau banyak cakap dalam proses pensosialisasiannya.

Tak terlepas dari cara bersosialisasi tentang penyebaran kepercayaan, kesenian dan adat istiadat di masa lampau –Kebudayaan–, yang bisa dibilang masih sangat minim dalam segi alat dan tata cara penyebarannya, jelas berbeda sekali dengan perubahan signifikan yang terlihat di masa sekarang hingga pandangan di masa mendatang. Di zaman yang lebih modern dewasa ini, pengembangan komunikasi telah menyatu ke dalam teknologi, bisa dibilang sebagai alat komunikasi pasif (tidak tatap muka secara langsung), yang memudahkan segala bentuk kegiatan percakapan dan interaksi.
Untuk melihat sejauh mana teknologi komunikasi berkembang, kita dapat melihat dengan jelas banyak orang yang mulai membuka lahan pemikiran ilmunya ke dalam bisnis hingga ke taraf lebih maju seperti Bill Gates yang menciptakan sistem operasi yang sering kita jumpai – Windows, gadget yang merupakan perangkat elektronik mutakhir berlambang Apple milik Steve Jobs, dan Mark Zuckerberg dengan jejaring sosial miliknya – Facebook. Seluruh pengembangan ilmu ini sepenuhnya dibuat dengan tujuan memajukan kualitas hidup seseorang, yang pada intinya tak lupa dalam budaya milik mereka. Tetapi tanpa disadari, fasilitas serba mutakhir acap kali disalah artikan dengan menggampangkan dunia nyata dan terfokus pada dunia elektronik.

Penyebaran kebudayaan secara pasif, memang memberikan kemudahan atas akses-akses ke beberapa hal tertentu, memperluas koneksi mancanegara tentang kekayaan suatu daerah dan membantu dalam hal mempromosikannya ke lingkup yang lebih bebas. Tetapi, tidak bertatapan satu sama lain bisa menjadi permasalahan tersendiri dengan berkembangnya teknologi komunikasi terhadap kebudayaan. Bagaimana bisa dihindari, suatu kondisi ketika seluruh lapisan masyarakat mulai menikmati pengembangan teknologi yang semakin lumrah untuk didapat, dan tidak menutup kemungkinan komunikasi secara langsung, yang bisa jadi kurang praktis akan ditinggalkan dan berubah fungsinya. Sebagian orang akan lebih memilih mempromosikan kebudayaan, ketimbang melestarikannya dengan dimulai dari diri sendiri.

Jadi, sejauh manakah perkembangan teknologi komunikasi terhadap kebudayaan Indonesia? Is it better “to speak only”, “to act better”, or ”to act strongly and speak wisely”? Start the movement, do it both!



No comments

No comments :

Post a Comment